komunikasi
I. Konsep Utama
Kebanyakan, hampir semua problem kemanusiaan dan organisasi disebabkan oleh cara kita membicarakan segala sesuatu, atau, dengan kata lain oleh kegagalan komunikasi.
Kita senang dengan aktivitas terorganisasi yang menghasilkan sesuatu yang istimewa, misalnya bagaimana sebuah tim yang tidak terkenal yang mengalahkan lawan-lawannya karena permainan tim yang terkoordinasi.
Pandangan-pandangan alternative:
Cara kita menyusun atau mengatur orang, obyek, dan gagasan dipengaruhi oleh cara pandang kita, apakah kita mulai dari pandangan obyektif atau subyektif.
1. Pendekatan obyektif menyarankan bahwa sebuah organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik dan konkret, dan merupakan sebuah struktur dengan batas-batas yang pasti. Organisasi berarti struktur, sesuatu yang stabil. Manusia dapat diramalkan, selama kekuatan-kekuatan pokok keteraturan alamiah (natural order) dapat diuraikan. Tujuan utamanya adalah berperilaku secara rasional dan menentukan bagaimana orang-orang beradaptasi dengan situasi.
Organisasi secara khas dianggap kata benda.
Organisasi adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan objek-objek. Menekankan struktur atau rancangan apa menghasilkan apa, perencanaan, control, dan tujuan, serta menempatkan factor-faktor utama ini dalam suatu skema adaptasi organisasi.
2. Pendekatan subyektif memandang organisasi sebagai kegiatan yang dilakukan orang-orang. Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi yang melibatkan orang-orang. Organisasi diciptakan dan dipupuk melalui kontak-kontak yang terus menerus berubah yang dilakukan orang-orang antara yang satu dengan lainnya dan tidak eksis secara terpisah dari orang-orang yang perilakunya membentuk organisasi tersebut. Organisasi berarti proses, mengorganisasikan perilaku. Manusia menciptakan keteraturan dan situasi. Ketimbang mencoba menemukan suatu keteraturan alamiah (yang bagi mereka tidak eksis), akan lebih bermanfaat untuk bersikap peka atas bagaimana manusia menciptakan keteraturan, makna bagi mereka, dan konsekuensi penciptaan mereka.
Pengorganisasian dianggap sebagai kata kerja.
Organisasi didefinisikan sebagai perilaku pengorganisasian (organizing behavior).
Organisasi adalah tindakan-tindakan bertautan (interlocked) suatu kelektivitas. (Pacanowsky dan O’Donnell-Trujillo, 1981: 122).
Berdasarkan definisi ini, pengetahuan mengenai organisasi harus diperoleh dengan melihat perilaku-perilaku khusus tersebut dan apa makna perilaku-perilaku itu bagi mereka yang melakukannya. Meskipun pengetahuan yang dihasilkan dapat digunakan dengan berbagai cara, tetapi penggunaan utamanya adalah memahami kehidupan organisasi sebagaimana dipahami dan diwujudkan oleh para peserta organisasi. Seorang subyektivis tidak berusaha mengendalikan berbagai kekuatan (struktur, perencanaan, tujuan), namun menerangkan hal-hal tersebut. Ketika yang ditekankan adalah interaksi antara para peserta, seperti yang dilihat oleh seorang subyektivis, konsep organisasi tidak terbatas pada industri-industri atau badan-badan yang besar. Sebuah keluarga dapat dianggap suatu organisasi, seperti juga perusahaan. Unit analisisnya adalah individu, bukan entitas yang disebut organisasi. Organisasi tidak berperilaku; hanya orang yang berperilaku (Weick, 1979). Kaum subyektivis tertarik pada tindakan-tindakan para peserta dan akibat tindakan-tindakan mereka dan apa makna akibat tersebut bagi mereka.
II. Sifat komunikasi organisasi
Keberhasilan organisasi berhubungan dengan komunikasi. Memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki organisasi, pandangan tersebut menyarankan hal-hal berikut:
1. terdapat unsur-unsur universal yang membentuk suatu organisasi ideal.
2. unsur-unsur universal ini dapat ditemukan dan digunakan untuk mengubah suatu organisasi.
3. unsur-unsur ini dan cara unsur-unsur ini digunakan “menyebabkan” atau setidaknya memproduksi hasil.
4. organisasi yang berfungsi baik mengandung campuran yang pas dan menggunakan unsur-unsur ini.
5. unsur-unsur ini berkaitan dengan hasil organisasi yang diharapkan.
6. komunikasi adalah satu dari unsur-unsur organisasi.
Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa terdapat gagasan-gagasan yang dapat digeneralisasikan untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Organisasi juga didekati sebagai suatu objek studi; berusaha memahami organisasi dengan mendeskripsikan komunikasi organisasinya, memahami kehidupan organisasi, dan menemukan bagaimana kehidupan terwujud lewat komunikasi. Tekanannya adalah pada bagaimana suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara lewat proses komunikasi.
Definisi Komunikasi
Melihat keluar jendela gedung kantor, menulis memo, bukan merupakan komunikasi, tetapi semua perilaku tersebut merupakan bagian dari proses komunikasi. Bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi, kita menemukan bahwa terdapat dua bentuk umum tindakan yang terjadi:
1. Penciptaan pesan atau penciptaan pertunjukan (display) dan
2. Penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan.
Pertunjukan Pesan
Menunjukkan (to display) berarti bahwa anda membawa sesuatu untuk diperhatikan seseorang atau orang lain. To display secara harafiah berarti menyebarkan sesuatu sehingga dapat terlihat secara lengkap dan menyenangkan.
Menunjukkan berarti menempatkan sesuatu sehingga terpandang secara jelas dan berada dalam suatu posisi menyenangkan bagi pengamatan tertentu. Perilaku menulis memo di atas akan dianggap perilaku komunikasi bila perilaku tersebut membuat sesuatu lainnya terlihat atau menempatkan sesuatu sehingga terpandang jelas atau menjadi perhatian seorang lainnya. Agar pertunjukan menjadi suatu bentuk perilaku komunikasi, ia harus merepresentasikan atau mewakili atau melambangkan sesuatu lainnya.
Ketika kita menciptakan suatu pertunjukan pesan, kita terlibat dalam suatu aspek komunikasi, mengundang perhatian atas sesuatu.
Pakaian kita, perhiasan, dan hiasan wajah (make up atau kumis/jenggot) merepresentasikan diri kita kepada orang lain; hal-hal itulah yang kita tunjukan.
A person cannot not communicate (smith&Williamson, 1977, hal.61). hal ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindari untuk menunjukkan pesan. Apa yang kita tunjukkan atau tempatkan akan merepresentasikan kita. Kita adalah “suatu pertunjukkan pesan berjalan”. Hal yang sama juga diterapkan pada perusahaan/organisasi kita. Perusahaan/organisasi adalah suatu pertunjukan pesan.
Penafsiran Pesan
Bentuk kedua perilaku yang terjadi ketika seseorang terlibat komunikasi adalah menafsirkan pertunjukan pesan (Redding, 1972). Menafsirkan (to interpret) berarti menguraikan atau memahami sesuatu dengan cara tertentu. Komunikasi dapat dibedakan dengan semua perilaku manusia dan organisasi lainnya karena ia melibatkan proses mental memahami orang, obyek, dan peristiwa (kita sebut sebagai pertunjukan pesan). Satu-satunya pesan yang penting dalam berkomunikasi adalah pesan yang berasal dari proses penafsiran (Redding&Sanborn, 1964).
Apa yang ada dalam pikiran kita tidaklah menjadi soal; bagaimana orang lain menafsirkan apa yang kita lakukan atau katakan adalah apa yang mempengaruhi perasaan dan tindakannya.
Kesalahan dalam memahami makna pesan komunikasi
Realitas komunikasi menyarankan bahwa orang menafsirkan pertunjukan dan menciptakan makna. Makna tidak terkandung dalam pertunjukan peristiwa atau kata (Lee&Lee: 1957). Namun sebagaimana yang dinyatakan suatu prinsip komunikasi; makna ada pada orang-orang, bukan pada kata-kata. Ketika kita mengganggap bahwa makna terdapat dalam peristiwa atau kata-kata, kita telah melestarikan salah satu kesalahkaprahan besar dalam komunikasi. Cegahlah hal ini dengan memahami bahwa kita harus mendengarkan orang, bukan hanya kata-katanya. “dengarkan apa yang saya maksudkan, bukan apa yang saya katakan”.
Kesalahkaprahan utama dalam berkomunikasi adalah asumsi-asumsi bahwa :
1. makna terdapat dalam informasi atau pesan, dan
2. makna dapat dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Dalam kenyataannya, informasi dan pertunjukan pesan hanya dapat disajikan atau disampaikan kepada orang; penerima harus memahami informasi atau pertunjukan pesan tersebut. Makna terdapat pada orang, bukan pada kata-kata. Dengarkan apa yang orang maksudkan, bukan apa yang ia katakan. Pesan mungkin ditunjukkan dalam bentuk verbal, nonverbal, lisan, tertulis atau gambar.
Definisi komunikasi organisasi
Definisi Fungsional:
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Definisi Interpretatif:
Komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi.
Komunikasi organisasi adalah proses penciptaaan makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi.
Pandangan obyektif atas organisasi menekankan struktur, sementara pandangan subyektif menekankan proses, komunikasi lebih dari sekedar alat, ia adalah cara berpikir.
Sifat terpenting komunikasi organisasi adalah penciptaan pesan, penafsiran, dan penanganan kegiatan anggota organisasi. Bagaimana komunikasi berlangsung dalam organisasi dan apa maknanya bergantung pada konsepsi seseorang mengenai organisasi.
Bila organisasi dianggap sebagai suatu struktur atau wadah yang telah ada sebelumnya, maka komunikasi dapat dianggap sebagai suatu substansi nyata yang mengalir ke atas, bawah, dan ke samping dalam suatu wadah. Dalam pandangan itu komunikasi berfungsi mencapai tujuan dari system organisasi.
Komunikasi dilihat sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan komunikasi yang memungkinkan organisasi berfungsi. (Farace, Monge, & Russell, 1977:4)
Bila organisasi dianggap sebagai orang-orang yang berinteraksi dan memberi makna pada interaksi tersebut, komunikasi menjadi fungsi pembentuk organisasi. Komunikasi tidak sekedar melayani organisasi, ia adalah organisasi.
Komunikasi penting bagi eksistensi organisasi dan berperan lebih banyak daripada sekedar melaksanakan rencana-rencana organisasi.
journalism
Feature
Selain keterampilan memberikan laporan yang bersifat hardnews, seorang jurnalis sebaiknya memiliki kemampuan membuat feature. Jika dalam menyusun laporan yang sifatnya lugas, prinsip 5W 1H menonjol, maka dalam laporan bersifat feature kaidah itu tidak selalu pas.
Berita lebih menekankan kepada angle yang disesuaikan dengan kebijakan editorial, maka laporan yang bersifat feature lebih dalam lagi. Seorang wartawan yang menyusun sebuah feature biasanya memiliki pemahaman yang kuat terhadap kebijakan editorial sebuah surat kabar atau majalah atau media elektronik.
Berita kebakaran misalnya. Dengan mengandalkan prinsip 5W 1 H maka seorang jurnalis tinggal melihat mana angle yang tepat. Apakah dia akan mengangkat gedungnya yang terbakar karena museum? Atau apakah dia akan mengangkat soal korbannya karena dari satu rumah jompo semuanya meninggal dilalap api. Setiap jurnalis akan berbeda dalam mengangkat lead beritanya.
Feature berbeda dengan berita biasa. Di dalam penulisan feature faktor manusiawi lebih menonjol dibandingkan berita yang sifatnya lugas. Berita yang sudah terlambat tetapi layak diangkat lagi, misalnya tingkat pembunuhan di Jakarta, bisa menjadi feature menarik akhir pekan misalnya berdasarkan sedikit riset.
Untuk menulis feature ada beberapa hal penting.
1. Feature menekankan aspek penyajian yang menyentuh hati, bukan hanya informasi. Sebuah feature yang baik adalah laporan yang disusun berdasarkan konsep untuk memperkuat appeal terhadap pembaca. Nasib naas seorang pemulung yang meninggal ditabrak mobil mewah dimana ternyata dia meninggalkan keluarga dengan anak lima, misalnya, akan menyentuh pembaca untuk membantu keluarga yang ditinggalkannya. Sentuhan terhadap perasaan pembaca ini bisa dimulai dari kalimat pertama. Misalnya, canda dan tawa dua anak dari korban tabrakan itu seolah melupakan duka ayahnya yang tidak bisa ditemui lagi esok harinya. Sudut pandang penulis melihat nasib keluarganya ditambah data statisik mengenai jasa pemulung membersihkan kota Jakarta, contohnya, membuat feature itu akan menarik.
2. Sajikan fakta-fakta yang kuat. Anda tidak hanya harus membuat feature dengan menyentuh tetapi buatlah fakta dalam konteks yang kuat. Seorang pemulung yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas bisa diangkat sebagai masalah ketidakberdayaan kaum papa di jalan. Berapa korban tabrakan di Jakarta per bulan atau per tahun ? Feature akan memiliki nilai tinggi, meskipun dirangkum dalam dua kalimat. Atau bisa pula berapa pemulung di Jakarta menurut taksiran. Angka-angka akan memperkuat bobot feature.
3. Selain menempatkan kasus dalam konteks lebih luas, feature juga sebaiknya penuh dengan warna. Percakapan, cerita dan penuturan yang mengalir merupakan kunci penting menuangkan sebuah karya jurnalistik dalam bentuk feature. Dalam kasus pemulung yang meninggal tadi, jika penulisnya turun ke jalan berbincang dengan keluarga dan kerabat serta rekan-rekannya, maka percakapan itu akan berarti banyak dalam mengekspresikan kesedihan mereka. Si pemulung yang meninggal misalnya seorang yang jujur dan sopan. Dia tidak pernah ceroboh di jalan. Beberapa kalimat dari lokasi kejadian akan meningkatkan kualitas feature.
4. Selain membuka dengan kalimat yang menyedot pembaca masuk ke dalam, jalinlah ceritanya untuk tetap mendorong pembacanya mengikuti sampai akhir. Dengan menuliskan feature mengikuti kaidah cerita maka pembaca dihadapkan pada sebuah kisah kehidupan yang nyata tetapi berwarna di dalamnya. Pembuka yang kuat ditambah dengan tubuh feature yang berwarna disertai penutup yang mengguncangkan pembacanya akan memberikan daya tarik tersendiri feature Anda. Tidak perlu seorang jurnalist menuangkan dengan kata-kata yang superlatif, cukup menulis fakta, menyampaikan ekspresi keluarga dan kerabat korban dan diakhiri dengan beratnya perjuangan hidup pemulung di tengah bahaya lalu lintas, akan menjadikan feature tersebut layak dibaca tuntas.
By Editor